ARV.. jalan panjang, berliku dan gelap agar ODHA tetap sehat

author

Ya, sampai saat ini baru ARV yang diandalkan dan terbukti secara ilmiah bisa mengendalikan HIV yang ada dalam tubuh ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS). Beberapa terapi pendukung lainnya memang tidak bisa dipungkiri turut membantu meningkatkan derajat kesehatan ODHA khususnya suplemen-suplemen yang bertujuan meningkatkan kekebalan tubuh manusia. Untuk benar-benat bisa menghilangkan HIV dalam tubuh seorang ODHA, kelihatannya para ahli masih menemukan tantangan besar. Namun dengan patuh mengkonsumsi ARV maka HIV dalam tubuh seorang ODHA bisa dikendalikan jumlahnya sampai taraf HIV tidak bisa dideteksi oleh sensitivitas reagen tes anti HIV.

ARV di Indonesia sejak tahun 2006 telah tersedia bersubsidi sehingga pasien tidak perlu membayar untuk mendapatkannya. ARV sendiri sejak tahun 2006 telah mampu diproduksi di dalam negeri dalam bentuk generik. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa jenis ARV yang telah mampu diproduksi di dalam negeri masih sangat terbatas dan untuk beberapa jenis lainnya masih dimport.

Meski ARV telah bisa didapatkan dengan gratis, namun tidak serta merta hal ini bisa diakses dengan mudah oleh semua ODHA yang membutuhkan. Beberapa permasalahan diantaranya adalah: kurangnya rumah sakit rujukan dibandingkan sebaran ODHA di Indonesia, mahalnya tes laboratorium untuk memonitor efektivitas ARV yang dikonsumsi sampai dengan terputusnya stok terutama bagi rumah sakit di luar jakarta dan jawa sampai dengan kasus hangat yang terakhir terjadi adalah banyak beredarnya ARV kadaluarsa.

Investasi kesehatan yang ditanamkan untuk pembelian obat ARV sendiri sangat besar. Jika diandaikan harga ARV itu Rp 500.000,- per paket untuk satu bulan maka jika ada 16 ribu ODHA yang mengkonsumsi setiap bulannya maka setiap bulan itu menghabiskan 8 milyard rupiah atau 96 milyard setiap tahunnya. Ini estimasi kasar lho ya..

Secara nominal, mungkin terlihat besar namun jika dibandingkan bahwa nilai ini akan menyelamatkan 16 ribu jiwa akan terlihat betapa ini memang diperlukan terlebih dana yang dibelanjakan untuk ARV ini berasal dari dana bantuan asing yang memang dikhususkan untuk penanggulangan AIDS di dunia.

Sayangnya, investasi ini tidak digunakan maksimal oleh kita sehingga investasi kemanusiaan yang sangat besar tadi kerap kali tidak mencapai tujuan yang di inginkan karena terganjal permasalahan-permasalahan seperti yang disebutkan di atas.

Muncul pertanyaan logis dari dalam hati, sebenarnya tujuan pemberian subsidi ARV itu untuk meningkatkan taraf kesehatan ODHA dan mengurangi tingkat kesakitan dan kematian atau hanya sebatas agar terlihat bahwa Indonesia punya komitment dalam memerangi AIDS dengan menyediakan ARV gratis?

Jika tujuannya yang pertama, seharusnya Kementrian Kesehatan di bawah kordinasi Komisi Penanggulangan AIDS Nasional memikirkan beberapa permasalahan tadi yang bisa menghambat efektifitas ARV dalam mengurangi kematian ODHA. Saya yakin biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki hal itu tidak sebanding dengan besarnya investasi kesehatan yang dikeluarkan untuk pengadaan ARV. Jika memang pemerintah tidak sanggup memperbaikinya, libatkan LSM yang memang sudah sedari dulu berada dalam garis depan dalam upaya menanggulangi AIDS di Indonesia.

Sampai saat ini, ARV masih menjadi jalan panjang, berliku dan gelap agar ODHA tetap sehat..

Also Read

Tags

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.