Perempuan ODHA, Kalianlah Potret Wanita Tangguh Indonesia

author

Didedikasikan bagi Perempuan terinfeksi HIV di seluruh Indonesia

Hari ini, tanggal 25 November setiap tahunnya, diperingati sebagai hari anti kekerasan pada perempuan. Di hari ini sampai dengan tanggal 10 Desember yang diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia, banyak penggiat kemanusiaan yang menyuarakan pentingnya perlindungan bagi perempuan dan dikenal dengan kegiatan 16 Hari Aktivisme.

Realitanya yang terjadi dalam kehidupan perempuan yang terinfeksi HIV juga sarat dengan kekerasan. Beberapa pengalaman rekan OBS perempuan mengatakan bahwa perempuan jauh lebih mendapatkan kekerasan dalam bentuk stigma dan diskriminasi daripada laki-laki yang terinfeksi HIV.

Mulai dari saat ketika perempuan mengetahui hasil status HIV, di saat itu pula kekerasan pun terjadi. Masyarakat langsung memberikan cap bahwa perempuan yang terinfeksi HIV adalah perempuan ‘tidak baik’. Seolah tidak cukup dengan itu, perempuan terinfeksi HIV masih pula harus menerima gunjingan dari tetangga kiri-kanan jika status HIVnya kemudian diketahui orang banyak.

Bagi perempuan terinfeksi HIV yang memiliki pasangan, status baru ini juga memiliki beban tersendiri. Banyak rekan yang kemudian diputuskan sepihak hubungannya setelah dia membuka diri jika dia terinfeksi HIV. Bagi perempuan terinfeksi HIV yang belum siap, sepanjang hidupnya dia akan dihantui rasa bersalah karena telah menutup status HIV dari pasangan yang dia cintai. Hal-hal ini disebabkan karena memang informasi dasar mengenai HIV dan AIDS masih sangat terbatas beredar di masyarakat umum. Kebanyakan pesan yang sampai kepada masyarakat tentang HIV adalah penyakit mematikan, hanya di idap oleh orang berdosa atau nakal, mudah menular dan virusnya baru mati jika dibakar.

Bagi perempuan yang mendapatkan infeksi HIV dari pasangannya, seumur hidup dia akan selalu dihantui dengan rasa sesal, sedih dan kecewa karena pasangannya yang sudah terlebih dahulu terinfeksi HIV tidak memberi tahukan statusnya sehingga dia bisa melindungi dirinya dari infeksi HIV. Ketika misalnya pasangannya meninggal terlebih dahulu, bertambahlah beban seorang perempuan terinfeksi HIV. Belum ditambah jika pasangan ini sudah memiliki anak. Beban biaya pengobatan yang besar, beban ekonomi keluarga serta tanggung jawab membesarkan anaknya seorang diri menjadi jalan perjuangan keseharian perempuan terinfeksi HIV yang ditinggal mati pasangannya. Belum lagi jika anaknya pun ternyata positif HIV.. semakin berat perjuangan dan tanggung jawabnya.. :((

Perjalanan hidup seorang perempuan yang terinfeksi HIV penuh perjuangan keras. Ketika dia ingin survive dan mempertahankan nyawanya, pemerintah seolah tidak berpihak kepadanya. Mulai dari layanan AIDS yang sangat minim, layanan AIDS yang tidak terjangkau sampai dengan tatapan sinis dan nyinyir dari petugas penyedia layanan kerap kali menjadi menu harian ketika membutuhkan layanan kesehatan.

Ketika mengakses ARV, obat yang mampu menjaga kadar HIV dalam darah tetap rendah, perempuan pun masih mendapatkan kekerasan dalam bentuk terbatasnya pilihan ARV yang bisa dikonsumsi. ARV ini harus dikonsumsi dalam bentuk kombinasi beberapa regimen dan tidak semuanya bersahabat bagi perempuan. Untuk terapi di lini pertama, ada beberapa rekan yang tidak cocok dengan salah satu regimen dan harus berpindah ke regimen lain maka ia harus merelakan untuk tidak hamil terlebih dahulu, meskipun sebenarnya sekarang kondisinya aman bagi perempuan terinfeksi HIV untuk melahirkan, sebab regimen penggantinya akan membahayakan perkembangan janin.

Bagi perempuan terinfeksi HIV yang melahirkan pun sering ditemui beberapa cerita bahwa setelah proses persalinan mereka mengalami sterilisasi paksa pada rahimnya dikarenakan pihak penyedia layanan kesehatan yang tidak memahami dengan baik panduan pencegahan penularan HIV kepada bayi.

Ini semua adalah bentuk-bentuk kekerasan yang diterima oleh perempuan terinfeksi HIV. Jika dirinci satu-persatu, akan sangat banyak yang bisa dituliskan dari perjalanan hidup seorang perempuan terinfeksi HIV.. 🙁

Dalam Hari Peringatan Anti Kekerasan Perempuan Internasional ini, kami dari OBS hanya bisa mengucapkan Tetap Berjuang Perempuan terinfeksi HIV.. terus lawanlah pola-pola kekerasan yang diterima setiap harinya agar bisa tetap hidup. Kalianlah potret real perempuan tangguh Indonesia yang diabaikan oleh pemerintah kita sendiri..

Tetap berjuang Perempuan terinfeksi HIV…!!!!

Also Read

Tags

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.