Sebuah Refleksi diri Menjelang Hari AIDS Sedunia

author

Menikah dan memiliki keluarga yang bahagia adalah cita cita saya. Seperti melihat dongeng, menjadi seorang putri yang mendampingi pangeran di istana kecil kami. Namun semua itu runtuh saat suami jatuh sakit pada tahun 2009. Di tahun itu juga, kami sekeluarga tahu bahwa kini ada virus HIV dalam keluarga ini. Dan impian yang dulu sempat terbangun, berganti menjadi hari hari penuh dengan baurumah sakit dan obat obatan yang harus kami minum seumur hidup.

3 tahun sudah berlalu. Jalan berliku yang sangat panjang berhasil kami lewati. Saya dan sang malaikat kecil bertahan sampai hari ini. Anti retroviral yang kami konsumsi setiap hari, semakin meningkatkan kekebalan di dalam tubuh ini. Berharap sang virus tertidur pulas dan tidak mengganggu kami. Saya terus berjalan tanpa lelah, untuk tetap sehat dan bahagia. Walaupun dengan adanya HIV di dalam tubuh, ini tidak menyurutkan semangat saya untuk tetap bekerja dan mencari nafkah. Walaupun stigma dan diskriminasi tetap saja saya terima sesekali, namun saya tidak gentar menghadapi itu semua.

80% orang disekitar saya kini mengetahui saya adalah ODHA. Orang tua, tetangga, kerabat, sahabat, teman dan masyarakat. Wajah saya sesekali muncul di social media sebagai sosok yang sering bicara lantang tentang apa itu HIV, memberikan edukasi kepada siswa siswi sekolah menengah dan masyarakat umum. Hati kecil saya tergerak untuk membagi ini untuk mereka semua. Membagi informasi yang tepat dan benar. Bukanlah mitos mitos lagi yang akan membawa issue HIV AIDS semakin terlihat menjijikan dan menakutkan.

Tidak mudah bagi saya untuk berdiri paling depan dan menunjukan kepada mereka, bahwa “Ya, saya hidup dengan HIV” lantas apa? Apakah kemudian lantas semua orang menjadi simpati kepada saya, atau semua orang kemudian lari sejauh mungkin meninggalkan saya. Tidak. Bukan itu hal yang saya harapkan. Saya hanya ingin, Masyarakat Indonesia mau mendengarkan saya. Bahwa pesan yang saya sampaikan ini penting. Informasi Kesehatan seksual dan reproduksi yang tidak mereka dapat di sekolah, informasi tentang narkotika dan Zat Adiktif yang selama ini hanya dipandang sebelah mata, banyak masyarakat berfikir hal hal yang saya sebutkan itu hanya untuk mereka yang berperilaku menyimpang. Lantas, siapakah orang orang itu? Bukankah kita semua harus tahu. Bukankah kita harus memahami dan mulai membagi informasi ini kepada lebih banyak orang. Supaya tidak ada lagi orang yang terjebak ke dalam lingkaran narkotika, tidak ada lagi remaja yang tidak memahami bahwa penting untuk mereka melindungi diri mereka, bahwa tidak ada kata TABU untuk membicarakan ini dengan orang tua ataupun guru.

Ramai ramai lalu orang membicarakan HIV AIDS menjelang bulan Desember. Setiap tahunnya.. sudah 3 tahun ini. Dulu mungkin saya tidak peduli. Tapi sekarang rasanya segala aktifitas dan kampanye menjelang 1 desember semakin terdengar nyaring di telinga saya. Hanya bulan Desember saja. Sebagai orang yang hidup dengan HIV, sejujurnya saya amat prihatin. Teramat prihatin dengan momentum ini. Prihatin dengan orang orang yang seringkali memanfaatkan kegiatan ini untuk hanya sekedar mencari keuntungan yang bisa mereka dapatkan untuk kepentingan mereka.

Bagi saya momentum ini baiknya menjadi tamparan bagi kita semua. Bahwa ada hampir 250.000 masyarakat Indonesia yang terinfeksi HIV, dan diantaranya adalah Ibu serta anak. Bahwa ada 3.892 orang yang baru saja terinfeksi HIV sampai bulan Juni 2012 ini. Hal ini harusnya membuka mata hati dan pikiran kita semua sebagai manusia, Sebagai masyarakat Indonesia.

Mengapa masih tabu bagi kalian untuk membicarakan kesehatan seksual dan reproduksi kepada anak anak kalian dirumah, sehingga mereka penasaran dan mencarinya sendiri. Mengapa kalian marahi bahkan kalian keluarkan dari sekolah murid murid kalian saat mereka diperkosa Karena sebelumnya mereka pun tidak mendapatkan informasi tentang seksualitas dengan tepat. Lantas kalian semua malah menghardik kami yang hidup dengan HIV sebagai sampah masyarakat, namun kemudian bersama sama merayakan moment hari AIDS sedunia dengan gegap gempita. Saya bingung melihatnya..

Marilah kita semua bergandengan tangan. Bersama sama berkaca dan introspeksi diri. Apa yang salah? Siapa yang bertanggung jawab atas ini semua? Apa yang harus kita lakukan untuk perlahan memperbaiki ini? Jawabnya ada di hadapan kalian, di pantulan cermin tepat tempat kalian berdiri. Yuk mari sama sama melihat bahwa anak dan keluarga menjadi korban dari masyarakat yang tidak mau belajar untuk memahami. Bahwa HIV dan AIDS bukanlah persoalan moral atau perilaku. Bahwa ini masalah yang mana HIV adalah dampaknya. Bahwa HIV persoalan bersama.

Saya mengajak semua sahabat dan semua yang membaca tulisan saya untuk peduli dengan Isu ini bukan hanya pada bulan DESEMBER, bukan hanya saat saat tertentu disaat ada badai keriuhan semua orang membicarakan HIV AIDS. Mari kita lakukan ini setiap hari, setiap bulan, setiap saat jika anda memang mengaku peduli. PR besar kita ada banyak.. kalau bicara Indonesia, yang ditata bukan Cuma negaranya melainkan semua aspek di dalamnya termasuk pemerintahnya dan anda sendiri.

Jika pada akhirnya diminta untuk refleksi kembali makna hari AIDS..

saya ingin semua orang yang hidup dengan HIV mendapatkan akses kesehatan yang komprehensif tanpa stigma dan diskriminatif. mendapatkan kesempatan yang sama untuk bekerja dan mendapatkan pendidikan.. Perempuan dengan HIV mendapatkan hak nya untuk bisa menikah, memiliki anak dan mendapatkan akses PMTCT dengan baik, akses ARV dengan baik..

pada akhirnya.. menjadi tidak tahu dan bodoh bukanlah salah.. namun bagaimana kita akhirnya merefleksikan diri kita, bercermin.. berintrospeksi diri.. dan memulai untuk memperbaiki diri. Kita yang bisa memulainya, bukan orang lain

Follow @ayuma_morie

yuuk Kita bicara HIV AIDS dan soal apapun soal semua ruang lingkup yang ada di sekitarnya tanpa malu atau takut dimarahi sama orang tua, guru atau presiden.

Also Read

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.