Kisah HIV dan AIDS Menjadi Inspirasi Tontonan Film Bioskop

author

Beberapa saat lalu, ada sebuah novel berjudul “Waktu Aku Sama Mika“. Novel ini berisikan catatan harian seorang gadis bernama Indi yang menderita skoliosis, lalu jatuh cinta pada seorang pemuda bernama Mika yang hidup dengan HIV. Mika dan Indi kemudian berpacaran. dalam hubungan mereka, Mika banyak mengajarkan kepada Indi, bahwa hidup dengan HIV (walaupun memang tidak mudah) memberikan makna kehidupan yang mendalam. Melalui bukunya, Indi yang adalah Sang penulis juga menggambarkan bahwa HIV tidak menular dengan mudah. tidak seperti virus Influenza atau Tubercolossis yang bisa melalui udara. Indi juga mengambarkan bahwa kita tidak boleh bersikap diskriminatif terhadap orang yang hidup dan terdampak oleh HIV AIDS.

Yang membanggakan adalah, novel ini kemudian diadaptasi menjadi sebuah film layar lebar. Yup, film ini berhasil merebut hati remaja dan masyarakat Indonesia, yang menyampaikan secara langsung pesan moral besar tentang bagaimana agar remaja lebih membuka mata terkait informasi HIV dan AIDS yang masih sulit diakses di Indonesia, sehingga menimbulkan banyak persepsi dan informasi yang salah. Namun Indi, dengan tulus menceritakan dalam film ini, dia menggambarkan perkenalan antara Indi dan Mika memberikan banyak kebaikan. Kehadiran Mika dalam kehidupan Indi berhasil membuat ia bersemangat. Hari-harinya kembali diselimuti kegembiraan, setelah sebelumnya hidup Indi selalu dalam keadaan tertekan akibat skoliosis yang ada di tubuhnya. kehadiran Mika dalam kehidupan Indi perlahan membuat kondisi skoliosisnya semakin membaik. Besi penyangga tubuh (brace) yang awalnya dikenakan selama 23 jam setiap hari rupanya sudah bisa dilepas.

Di saat Indi mulai sembuh dari penyakitnya, namun tak demikian dengan Mika, HIV membuat kondisinya tubuhnya semakin lemah. Indi merasa sangat terpukul karena telah benar-benar merasakan ketulusan cinta dan kasih sayang Mika. Di mata Indi, Mika adalah malaikat tanpa sayap yang membangunkan ia dari mimpi gelapnya. Mika bagaikan pelita yang menerangi hidup Indi untuk terus maju. Puncak konflik dari film ini terjadi pada saat orang-orang di sekitar Indi tahu soal hubungannya dengan Mika yang hidup dengan HIV, dan Mika yang akhirnya kalah dalam perjuangan melawan penyakitnya dan meninggal dunia.

Ayu Oktariani yang ditemui seusai menonton film Mika pada saat itu berujar “Film ini jujur dan apa adanya, menggambarkan situasi di Indonesia, bahwa ternyata masih banyak orang yang gak dapet informasi HIV dan AIDS dengan benar dan menimbulkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (Orang yang hidup dengan HIV)..

Trailer Film Mika bisa dilihat disini >> MIKA dan DVD-nya bisa didapatkan di Disc tara dan Gramedia.

Nah, selanjutnya masih film yang bertema-kan tentang HIV dan AIDS, yang akan muncul di bioskop di seluruh Indonesia. Film berjudul “Cinta Dari Wamena” ini adalah sebuah film yang mengangkat kisah persahabatan, cinta, kehidupan remaja dan tentunya keindahan alam Papua. Film ini menceritakan perihal persahabatan pada 3 anak muda papua bernama Litius, Tembi, serta Martha. Mereka bertiga mempunyai mimpi yang kuat untuk terus bersekolah. Bukan sekedar punya mimpi, dengan kemauan yang kuat mereka meneruskan pendidikan ke Wamena untuk dapat bersekolah gratis. Tetapi nyatanya banyak cobaan yang mereka hadapi di kota itu. Pola hidup kota Wamena tersebut menguji mimpi serta persahabatan ketiga remaja tersebut. Puncaknya saat salah seorang dari ketiga sahabat tersebut terkena virus HIV. Mampukah mereka bertahan disana, serta apa yang berlangsung pada persahabatan mereka.

Kami, Admin ODHA Berhak Sehat, mendapat kesempatan untuk hadir dalam Gala Premiere Film keren ini, besok Selasa, 11 Juni 2013 jam 7 malam di Epicentrum Kuningan Jakarta Selatan. Seperti apa kira kira filmnya? Monggo bisa dilihat di Trailer film “Cinta dari Wamena

Salut untuk seluruh penulis dan sineas di Indonesia yang mau dan berani mengangkat isu HIV dan AIDS ini ke masyarakat yang kemudian akan lebih mudah diterima oleh Masyarakat Indonesia, khususnya remaja di Indonesia. Semoga semakin banyak penulis atau pembut film yang menjadi perpanjangan tangan teman teman ODHA dalam menyampaikan pesan tentang sikap non diskriminatif yang harus mulai dibiasakan.

Also Read

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.