Hasil Konsolidasi Masyarakat Sipil HIV di Yogyakarta

author

Malam semakin larut, sebagian peserta terasa semakin lelah membahas agenda konsolidasi masyarakat sipil untuk merespon pertemuan nasional (Pernas) ke-IV penanggulangan HIV. Akhirnya diputuskan rapat dilanjutkan hari berikutnya, 1-2 Okt 2011.

Ide pertemuan masyarakat sipil ini diawali dari diskusi via email tentang beberapa “kegelisahan” dalam melihat situasi penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia selama ini. Akhirnya diputuskan untuk berdiskusi dan merumuskan bersama persoalan tersebut di kantor PKBI, Yogyakarta yang berlangsung pukul 16.00 – 23.30. Pertemuan ini “murni” atas inisiasi masyarakat sipil dari beberapa daerah, tanpa dukungan apapun dari pemerintah maupun Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN)/Propinsi.

Pertemuan kali ini diluar dari sesi kegiatan Pernas ataupun diluar pertemuan komunitas forum yang telah teragendakan oleh panitia Pernas 1-6 Oktober yang berlangsung di Inna Yogyakarta. Walau tanpa dukungan dari pihak pemerintah ataupun KPAN bukan berarti sepi dihadiri oleh komunitas. Sedikitnya dihadiri sekitar 50 orang perwakilan masyarakat dari berbagai daerah, misalnya Jakarta, Yogyakarta, Tangerang sampai Papua yang secara tekun mengikuti proses pertemuan kali ini.

Pertemuan ini selain bertujuan sebagai ajang konsolidasi masyarakat sipil tetapi sekaligus merespon beberapa kegiatan dari Pernas HIV ke-IV di Yogyakarta. Pernas HIV sendiri merupakan ajang pertemuan semua pihak (pengusaha, pemerintah, komunitas ODHA dan masyarakat peduli HIV) yang semestinya dilakukan setiap dua tahun sekali. Pada Pernas ke-III dilaksanakan pada 4-8 Februari di Surabaya, Jawa Timur.

Proses pertemuannya masyarakat kali ini lebih banyak menggali persoalan yang terjadi di lapangan dari berbagai aspek persoalan, akhirnya ada enam isu yang muncul dari peserta konsolidasi :

1. Program penanggulangan HIV dan AIDS, mencakup tentang persoalan target yang tidak realistis dari proyek, program HIV hanya tersentral pada kelompok tertentu seperti waria,gay ataupun pekerja sex. Padahal persoalan HIV dapat beresiko pada setiap orang.

2. Hak Perempuan, menyangkut soal kasus-kasus sterilisasi pada tubuh perempuan HIV, pelayanan kesehatan reproduksi pada perempuan positif yang maksimal misalnya persoalan informasi PMTCT (pencegahan penularan ibu positif ke anak) yang masih minim dan tidak mengacu pada standard kesehatan dunia.

3. Hak Remaja, titik fokus pada pada hak informasi pendidikan sex secara komperensif (menyeluruh) baik dilakukan di sekolah maupun diluar sekolah. Karena minimnya pendidikan sex, remaja sebagai generasi penerus menjadi korban atas kebutaan soal sex.

4. Akses Kesehatan bagi orang teinfeksi HIV (ODHA), meyangkut penyediaan peralatan CD4 (test jumlah sel darah putih dalam darah) tidak semua daerah memiliki alat CD4, Jamkesmas yang masih disulit diakses oleh ODHA dan ketersediaan ARV khususnya dibeberapa daerah dapat terjamin secara kontiyu.

5. Kebijakan, mencakupi soal koordinasi yang lemah antara anggota KPAN khususnya antar departemen, politik anggaran yang masih lemah khususnya didaerah, pelibatan masyarakat hanya jadi “tokenisasi” belaka, kebijakan yang tidak sensitif gender dan remaja, tidak memilikinya sistem data bases yang baik untuk mudah diakses oleh publik tentang HIV.

6.Hak pengakuan identitas, yang meliputi tentang pengakuan identitas pada kelompok Waria, Gay dan Pekerja sex. Kelompok ini sering mendapatkan diskriminasi baik dalam akses administrasi kependudukan (identitas Waria), hak mendapatkan kerja, kekerasan phisik sampai terkekangnya kebebasan berekspresi bagi kelompok pekerja sex, waria dan gay. Ini dikarenakan pengakuan identitas sebagai manusia yang otonom masih belum diakui, belum dilindungi oleh negara. Selain itu stigma sebagai kelompok populasi kunci (gay,waria,pekerja sex, odha, pecandu) justru menimbulkan stigma sendiri karena dianggap sebagai biang dari persoalan penyebaran HIV dan AIDS.

Pada akhir pertemuan, diharapkan beberapa isu tersebut menjadi pertimbangan bagi semua masyarakat sipil agar mengintegrasikan (memasukan) selama kegiatan Pernas berlangsung. Selain itu juga masyarakat sipil (pekerja sex, waria, gay, odha dan pecandu) berencana akan menyambut kedatangan para Menteri dan kepala daerah (dalam bentuk aksi damai) saat pembukaan Pernas ke-IV di Inna Hotel dan pertemuan kepala daerah di Hotel Hyat, 3 Oktober 2011.

Also Read

Tags

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.