Sahabat dari Rayong

author

Jadi begini ceritanya,

Hari itu adalah hari terakhir kongres ICAAP11 di Bangkok Thailand. Rasanya badan saya sangat lelah, hanya ingin rebahan dan memejamkan mata sejenak. Lalu salah satu teman menghampiri saya. “Ayu, saya ingin mempertemukanmu dengan 2 orang teman saya. Saya ingin kamu memberikan mereka semangat dan motivasi. Mereka adalah 2 anak perempuan yang lahir dengan kondisi HIV+. Mau ya?”. Tubuh yang tadi rasanya sudah seperti tak bernyawa karena super kelelahan, sekejap langsung bangkit dan tersenyum seraya menjawab “ya, Saya mau bertemu dengan mereka..”

Selang setengah jam kemudian, 2 orang anak tersebut kemudian datang bersama seorang perempuan yang lebih tua dari mereka. Lalu kami semua tersenyum. Awal pertemuan yang sungguh manis, kedua anak itu sungguh manis. Lalu kami pun duduk, dan teman saya memulai perbincangan kami.

“Mereka tidak bisa berbahasa inggris, hanya bisa berbahasa thai. Jadi, saya akan membantu kalian menterjemahkan. Silahkan ngobrol apapun yang kalian mau saling bicarakan ya? Ayu mungkin kamu bisa memperkenalkan dirimu terlebih dahulu.”

Lalu setelah Penny, teman saya mengartikan kata-katanya ke bahasa Tha, saya kemudian memperkenalkan diri saya. Di akhir setelah Penny kembali menterjemahkan cerita saya, kemudian kedua anak itu memegang tangan saya lalu tersenyum dan mengeratkan pegangannya. Seketika, bulu kuduk saya merinding. Bukan ketakutan, tapi seperti ada aliran energi yang kemudian masuk ke dalam tubuh saya saat kami berpegangan tangan.

Saya kemudian bertanya, “Kalian tinggal dengan siapa?”

“Kami tinggal di Camillian Social center di rayong, 3 Jam dari Thailand dekat Pantai. Orangtua kami sudah meninggal.” Begitu jawab salah satu gadis ini.

Kemudian saya menangis, tangan kami masih berpegangan. Lalu kami diam

Saya peluk mereka. Kami bertiga menangis.. lama. Lalu salah satu gadis itu berbicara dalam bahasa Thailand.

“jangan menangis kakak, kami senang bisa bertemu dengan kakak.”

Lalu pelukannya bertambah kencang..

Saya masih belum bisa bicara. Tenggorokan saya seperti tercekat. Namun saya ingin ngobrol dengan mereka. Setelah tangisan kami mereda, kami sama sama melanjutkan pembicaraan dengan 2 bahasa ini. Kemudian gadis ini keduanya bergantian bercerita.

Mereka lahir dengan kondisi  HIV+. Mereka kini berusia 19 tahun dan 20 tahun, duduk di bangku SMA; karena masa hidup mereka sempat dihabiskan dengan terbaring sakit selama 4 – 5 tahun. Mereka bilang mereka tidak marah pada orangtua mereka karena dilahirkan dalam kondisi HIV+. Mereka juga tidak sedih atau kecewa karena kondisi HIV mereka. Karena saat tahu kondisi mereka sangat parah, Jadi kalau mereka bisa cerita sekarang mereka sangat bersyukur mereka diberi kesempatan untuk hidp dan sangat sehat. Mereka bilang pada saya CD4 mereka diatas 400, (saya lupa angka pastinya), viral load undetect dan mereka konsumsi ARV secara rutin. Mereka bilang mereka ingin punya semangat seperti saya, mereka ingin setelah mereka punya semangat itu, mereka mau membaginya pada adik adik mereka yang juga HIV disana.

Lalu saya kembali menangis, di hadapan mereka..

Saya kemudian ingat Adik di Blitar yang meninggal karena diabaikan orangtuanya, dan anak anak lainnya di Indonesia yang hidup dengan HIV, namun kemudian terabaikan.

Pengasuh mereka orangnya sangat baik. Pendiam dan murah senyum, hanya bisa bilang thank you dan hello. Pengasuh itu bilang, ada 60 anak yang hidup dengan HIV di Camillian Social center. Mereka berbaur dengan anak yatim piatu lainnya, tanpa perbedaan. Mereka sama sama mendapatkan pendidikan, kehidupan yang layak, pengobatan, dan rasa aman serta kasih sayang dari para pengasuh dan para penghuni panti lainnya.

Lalu saya peluk si Ibu pengasuh, saya bilang padanya “ibu… surga milik ibu dan seluruh orang yang merawat anak anak ODHA ini. Kalian hatinya sungguh mulia..” kami lalu berpelukan.

Tak terasa kami ngobrol, tertawa, menangis, berpegangan tangan dan berpelukan selama satu jam. Saya bilang pada mereka, jika saya punya uang, dan saya dapat kesempatan untuk kembali ke Bangkok, saya akan ke Rayong untuk menemui mereka. Mereka bilang terima kasih. Lalu kami berpelukan kembali. Kemudian kami berfoto, saya tanya, bolehkah foto kalian saya taruh di blog saya, mereka bilang boleh. Dari 9 hari total saya berada di Thailand, ini adalah moment terbaik yang tidak tergantikan dengan lainnya. Dalam satu jam, saya kemudian belajar banyak. Khususya untuk malika.. saya harus menjaga-nya sampai akhir hayat saya.. memberikannya kasih sayang, pendidikan, perawatan yang terbaik.

Also Read

Tags

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.