Cerita Mereka, “Berawal Dari Selembar Leaflet”

author

20151203_101042Mimik lega terlihat dari Budi setelah keluar dari ruangan periksa. Dia baru saja membuka hasil test HIV di Klinik Mawar-PKBI Kota Bandung. “Makasih ya mbak, udah mau nganter saya ke klinik”, dia mengucapkan terimakasih, “berkat mbak, saya jadi tau kalo saya itu beresiko bisa terkena HIV, makanya saya test, walaupun deg-degan juga”, lanjut dia meneruskan kata-katanya. Setelah itu, pria berusia 42 tahun ini pun berpamitan pulang dan dia berjanji akan selalu melakukan pemeriksaan rutin.

Ya, itulah salah satu contoh dari sekian orang pria beresiko tinggi yang mau melakukan test HIV dan skrining Infeksi Menular Seksual (IMS). Di luar sana, masih banyak pria-pria beresiko tinggi yang belum mau untuk melakukan hal tersebut. Banyak sekali alasan yang dikemukakan oleh mereka ketika dianjurkan untuk test HIV. Ada yang mengatakan sibuk, tidak punya waktu, sudah punya dokter pribadi, dan lain-lain.

Memang, menganjurkan orang untuk melakukan sesuatu yang baik itu tidak mudah. Seperti Budi contohnya, pria yang sudah mempunyai istri ini pada awalnya menolak ketika dianjurkan untuk melakukan test HIV. “Saya aman-aman saja mbak maennya, gak yang aneh-aneh”, begitu komentar dia ketika pertama kali dianjurkan untuk melakukan VCT. Ajakan itu saya lontarkan setelah beberapa kali bertemu. Ketika pertama kali bertemu dengannya di kawasan Lingkar Selatan Kota Bandung, saya dan dia hanya ngobrol-ngobrol santai dan diakhir obrolan saya memberikan leaflet yang berisi informasi tentang IMS dan HIV-AIDS.

Pertemuan kedua, masih di tempat yang sama. Tempat ini adalah salah satu hotspot waria dan wanita pekerja seks (wps). Dia rajin mendatangi tempat ini. Menurut penuturan para waria dan wps, pria yang sudah dua belas tahun menikah ini adalah salah satu pelanggan mereka. Ketika saya hampiri, dia sedang duduk di kios mie rebus langganannya. Seperti biasa kita pun kemudian dia bercakap-cakap. Tapi percakapan kali ini sedikit berbeda, karena dia menanyakan tentang isi leaflet yang sebelummnya telah saya berikan. Saya menjawab pertanyaan-pertanyaan dia seputar IMS dan HIV-AIDS. Diakhir pembicaraan dia meminta nomor telepon kepada saya. Setelah beberapa kali bertemu, saya mencoba mengajaknya untuk melakukan test HIV. Dia berkata bahwa dia masih sibuk dengan pekerjaannya. Ajakan-ajakan saya yang selanjutnya pun masih belum mendapatkan respon dari dia.

20151203_101239

Saya tidak patah semangat, saya terus mencoba mengajaknya untuk melakukan test HIV. Usaha saya akhirnya membuahkan hasil. Pada suatu malam handphone saya berdering, ketika saya jawab, ternyata dia yang menelepon. “Mbak, saya mau minta tolong, besok bisa ga nganter saya buat periksa sekalian mau test HIV”, katanya dan saya pun menjawab bisa. Begitulah pengalaman saya dalam melakukan penjangkauan kepada pria beresiko tinggi. Apapun tantangan dan kesulitannya, apabila kita terus berusaha, maka akan membuahkan hasil.

—–

Cerita ini ditulis oleh #sahabatOBS bernama Betty, seorang aktifis yang memperjuangkan persoalan kelompok waria di kota Bandung.

 

Also Read

Tags

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.