Test HIV, Tidak Menakutkan (Bagian 1)

author

_81745789_blodtest468099501Hari ini aku memutuskan untuk memeriksakan HIV di rumah sakit. Karena aku menyadari telah melakukan aktifitas yang beresiko untuk dapat tertular HIV. Aku tahu beresiko HIV setelah mendapat informasi dari seorang kawan yang aktif di isu HIV AIDS. Dia menyarankanku, untuk melakukan pemeriksaan darah, karena menurutnya, HIV tidak bisa dilihat dari gejala fisik, atau disimpulkan hasilnya pada setiap orang yang telah melakukan aktifitas beresiko. Ya, karena hanya bisa diketahui dengan pemeriksaan darah, maka kawanku merujukku untuk periksa HIV di layanan rumah sakit yang memiliki layanan pemeriksaan yang disediakan pemerintah.

Rasanya sangat nervous dan super deg-deg-an. Aku tidak tahu dari mana aku memiliki keberanian ini, tapi aku hanya tidak mau mengetahui status HIV ku terlambat. Aku tidak mau, kalau ternyata aku HIV dan baru kuperiksakan setelah kondisiku memburuk atau jatuh sakit. Sehingga, waktu terbaik untuk melakukan pemeriksaan HIV adalah saat kita sehat, dengan kondisi sadar, dengan keinginan sendiri dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Aku yakin, manfaat dari pemeriksaan ini sangat banyak. Meskipun aku masih bingung, apa yang harus kulakukan nanti saat ternyata hasilnya positif.

Saat bertemu dengan dokter, aku mendapat serangkaian paket informasi yang sangat lengkap. Aku cukup puas dengan kesan pertama yang ditunjukan sang dokter padaku. Dia membuka pertemuan awal kami dengan konseling, dia memberikanku dukungan dan semangat bahwa apapun hasilnya adalah yang terbaik. Jika hasil pemeriksaanku positif, maka kami akan menyusun rencana pemulihan kesehatan bersama-sama, sang dokter berjanji akan mengawal pemulihan kesehatanku nanti, dibantu oleh tim dokter dan kelompok dukungan sebaya. Namun tetap aku berfikir positif, bahwa hasil pemeriksaan ku akan negative, dan tidak lagi aku melakukan aktifitas beresiko.

efek-obat-obatan-kimia-terhadap-tubuh

Setelah itu, dokter juga memberikan informasi yang lebih detail mengenai perawatan saat terinfeksi, ada yang disebutnya dengan terapi Antiretroviral. Obat yang akan dikonsumsi oleh mereka yang terinfeksi, seumur hidupnya. Aku cukup tegang mendengar bagian ini, ada sedikit kekhawatiran bahwa aku tidak akan mampu menjalani ini. Namun sekali lagi sang dokter meyakinkanku bahwa aku tidak sendirian.dan setelah pemeriksaan darah nanti, aku akan kembali mendapat konseling pasca test.

bimbinganSelembar kertas bertuliskan lembar persetujuan disodorkan dokter padaku, dia mengatakan bahwa pemeriksaan HIV harus dilakukan dengan kesadaran pasien, dan tanpa paksaan. Aku diminta menandatangani lembar persetujuan pemeriksaan, dengan beberapa poin penjelasan didalamnya, dimana salah satu komponennya menyebutkan bahwa hasil test kun anti tidak akan dilihat oleh siapapun, hanya aku dan dokter. Aku lega. Setelah surat persetujuan ditanda-tangani, suster mengantarku ke laboratorium untuk pemeriksaan darah.

Satu jam setelah pemeriksaan, petugas laboratorium mengantar tumpukan amplop hasil ke meja suster dan aku piker salah satu dari amplop berwarna cokelat tersebut merupakan hasil test ku. Jantungku berdegup tidak karuan, rasa khawatir semakin menyergapku. Lalu aku berdoa, semoga ini jalan yang terbaik yang kulakukan, ini adalah salah satu bentuk maafku pada diriku sendiri, dan upaya untuk memperbaiki hidup. Aku tidak mau terjebak dalam lingkaran kesalahan yang akan menghantuiku selamanya. Maka apapun hasilnya akan aku terima. (Bersambung..)

Also Read

Tags

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.