ICAAP 11 Bangkok, “Berinvestasi ke inovasi”

author

ICAAP 11 (International Congress on AIDS in Asia and the Pacific 11) yang bertempat di Queen Sirikit National Convention Center di Bangkok, resmi dibuka hari ini. Agenda ini merupakan agenda rutin dua tahunan, yang bertujuan memberikan ruang pembelajaran antar negara untuk mencari solusi di dalam mengendalikan epidemi AIDS yang masih memerlukan perhatian dan penanganan yang serius.

Berdasarkan pemaparan ketua panitia lokal ICAAP 11, Mr Wilas Lohitkul, ICAAP kali ini dihadiri oleh lebih dari 3000 peserta yang berasal dari 80 negara di Asia dan Pacific serta terdiri dari kalangan Pemerintahan, Masyarakat Sipil, ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS), komunitas terdampak AIDS, PBB serta lembaga donor. Pada sesi tahun ini, ICAAP mengambil tema “Berinvestasi ke Inovasi.”

Mr NM Samuel, President dari AIDS Society of Asia and the Pacific (ASAP) mengatakan dalam sambutannya, sudah saatnya kita mentransformasikan bukti ilmiah menjadi aksi. Hasil penelitian yang sudah dipublikasikan dalam jurnal HTPN 52 secara tegas mengatakan bahwa dengan terapi obat ARV dengan dikombinasikan bersama program penggunaan kondom serta alat suntik steril telah terbuti 96% mengurangi penularan HIV dari ODHA kepada orang lain. Dia mengajak setiap negara untuk berpegang pada bukti ilmiah ini dan mengambil langkah cepat untuk memberikan akses pengobatan ARV kepada setiap ODHA yang baru terdiagnosa.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Asia dan Pacific mempunyai peran penting bagi penyediaan terapi ARV bagi ODHA. Hampir 80% obat ARV generik yang dikonsumsi dunia, diproduksi oleh negara di Asia dan Pacific. Namun sayangnya, baru 1/3 ODHA yang membutuhkan ARV yang mampu mengakses obat-obatan ini.

Deputi eksekutif direktur dari lembaga PBB UNAIDS mengatakan dalam sambutannya, HIV dan AIDS bukan hanya persoalan kesehatan semata. Ini adalah isu pembangunan, Hak Asasi Manusia, Kemiskinan, dan Gender. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa program penanggulangan AIDS tetap menjadi prioritas bagi setiap negara paska 2015 dimana komitment MDG’s berakhir. Dia mengingatkan bahwa kita tidak boleh lengah sebab kemenangan dalam mengendalikan epidemi AIDS sudah di depan mata dan hanya dengan investasi berkelanjutan serta bekerja sama dengan komunitas terdampak AIDS maka kita bisa benar-benar mengendalikan laju epidemi AIDS.

Sebuah pengalaman menarik dipaparkan oleh pembicara dari Thailand. Mr Mechai Viravaidya yang merupakan Ketua dari Population and Community Development Association (PDA) mengenai sejarah penanganan infeksi HIV di Thailand. Beliau mengatakan bahwa dalam kurun waktu tahun 1991-2000, tingkat infeksi baru HIV di Thailand telah menurun sebanyak 90%. Hal ini bisa terjadi sebab Thailand di masa tahun 1991 mempunyai Perdana Menteri yang sangat mendukung serta menjadi garda terdepan dalam menunjukkan kepemimpinannya didalam program pengendalian infeksi HIV.

Paparannya mengambarkan bahwa pesan kampanye promosi kesehatan terkait pencegahan HIV dan AIDS, disirkulasikan melalui semua media. Setiap media massa diwajibkan mempunyai tayangan edukasi HIV dan AIDS sepanjang 60 detik setiap harinya. Hal ini ditindak lanjuti dengan menyediakan akses kondom kepada siapa saja dan dimana saja. Kondom dibagikan di bus, kereta, pom bensin, restauran, sekolah dan universitas, pedesaan sampai oleh polisi yang sedang bertugas mengatur lalu lintas. Semua penduduk Thailand mulai dari usia sekolah dasar sampai lanjut usia diberikan peran dalam menyebarkan informasi kampanye promosi pencegahan HIV dan AIDS ini. Informasi dan akses pencegahan yang disebarkan secara massif ini, terbukti telah menyelamatkan 7 Juta nyawa penduduk Thailand dari kematian akibat HIV dan AIDS.

Aktivis dari Indonesia, Ayu Oktariani yang hadir dalam kongres ini mewakili kampanye “ODHA Berhak Sehat” mengaku terharu dengan pemaparan dari Thailand. “Jika informasi dan akses ke pencegahan HIV dan AIDS di Indonesia juga dibagikan meniru apa yang dilakukan oleh Thailand, mulai dari SD sampai dengan lanjut usia, mungkin banyak nyawa teman saya yang bisa diselamatkan dari kematian akibat AIDS.” Dia kemudian menambahkan, “Semestinya pemerintah kita belajar dari pengalaman negara lain dan presiden kita berani mengambil posisi terdepan dalam penanggulangan AIDS tanpa melihat ini langkah populis atau tidak sebab ini menyangkut jutaan nyawa penduduk Indonesia.”

Ditemui di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition (IAC), Aditya Wardhana menambahkan, “Kita sudah tahu apa yang harus dilakukan guna mengendalikan epidemi ini. Menteri Kesehatan kita sudah berani mengambil langkah tidak populis dengan terus mempromosikan pentingnya kondom dan alat suntik steril. Sudah saatnya komitment dan aksi ini ditingkatkan ke level yang lebih tinggi mencapai tataran president dan DPR. Ini untuk tunjukan bahwa pemerintah kita memang serius ingin tanggulangi epidemi AIDS.”

“Akses ODHA kepada terapi yang ARV yang berkualitas yang mencakup; dukungan obat ARV, tes pemantau terapi ARV seperti CD4 dan Viral Load, Konseling terapi ARV, pendampingan serta akses kepada alat pencegahan baik kondom maupun alat suntik steril harus tersedia diseluruh wilayah Indonesia sampai dengan ke area pedesaan serta tersedia bagi siapa saja yang membutuhkan.”, tambah Aditya.

Memberikan pengobatan dan terapi ARV yang berkualitas pada ODHA, bukan hanya menyelamatkan nyawa ODHA tersebut namun juga akan mencegah penularan HIV kepada masyarakat.

Writen by : Aditya Wardhana / @awardhana / [email protected]

Also Read

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.