Cerita Mereka, “Kesunyian Malam”

author

o (61)

Mata ini terus terbuka. Baru kali ini aku merasa takut untuk menutup mata, takut bila esok aku tak bisa bangun. Badan ini bersendar, di sofa hitam kamar ku. Kata orang hitam itu tidak baik untuk kamar, namun kadang hitam itu membuat aku nyaman. Lutut ku terjatuh, bukan kejalanan namun di rerumputan. Entah rasa apa ini.

Dinding bercorak itu menunggu, menunggu aku selesaikan.

Ya aku dikamar.

Ruangan yang selalu bisa menerima aku apa adanya. Tawa dan air mata, bagai oksigen didalam ruang kecil ini.

Takut. Terasa seperti mati rasa, terasa aku tak punya daya. Aku rindu hujan di bulan Desember. Aku rindu melihat jalanan yang basah terkena jatuhan berjuta-juta air hujan, aku rindu untuk sadar, bahwa waktu bergerak begitu cepat. Waktu menuju jam 12 malam. Aku menunggu, menunggu kapan untuk bisa tenang. Ku coba matikan lampu ruangan ini, biarkan lampu jalan masuk diselah lubang jendela kamar ku.

haruskah ku nyalakan lampu meja yang berdiri kokoh disudut kamar ku?

Haruskah aku menunggu semua seperti apa yang sudah direncanakan atau melawan takdir untuk terus hidup?

Semua yang bernyawa sedang sibuk, berlari dalam mimpi dan terdiam dalam tidur mereka. Kecuali aku, aku dan setengah nyawa ku ini hanya tidak tahu. Tidak tahu caranya kembali berlari, mungkin aku harus mencari obat luka, untuk mengobati lutut ini. Mungkin aku bisa kembali berdiri lagi. Tapi tunggu, lutut ini tidak terluka, hanya kelelahan.

—–

Tulisan ini dikirim oleh Anonimus. Tulisan-tulisannya mengenai HIV dapat dilihat di Blog https://dimensitakberujung.wordpress.com/

 

Also Read

Tags

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.