Kita, Bisa? [Catatan dari Malam renungan AIDS Nusantara, Bandung]

author

Sumber Gambar : Rumah Cemara
Sumber Gambar : Rumah Cemara

Ditulis Oleh Grace Tobing

Sementara acara sudah dimulai, niat untuk beranjak dari kursi malas ke kendaraan belum juga terkumpul. Tagar #MRAN2015 sudah lalu lalang di lalu lintas twitter. Bukan enggan datang, cuma ragu pada ketenangan. Malam Renungan AIDS Nusantara/Nasional 2015, acara yang diselenggarakan di Taman Centrum pada hari Sabtu, 23 Mei 2015, berlangsung dengan penuh kehangatan. Disambut oleh penerima tamu yang langsung sigap memberikan lilin & pita merah, kemudian melihat beberapa orang yang sedang asik mengambil gambar di photo booth.

Pemandangan yang paling mengharukan ialah barisan quilts yang memenuhi Taman Centrum itu. Quilts berisikan nama dari teman-teman yang sudah berpulang terlebih dahulu karena HIV/AIDS. Saat mata sudah terasa panas karena haru, perempuan mungil yang manis kemudian berlari ke arah Saya, kemudian membantu memasangkan pita merah di dada kiri Saya.

1506611_10207007456128918_1789562932645062760_n
Sumber Gambar : Rumah cemara

“Terimakasih, Rina. Mami mana?”
“Sini ikut aku” Jawab perempuan mungil yang lantas menggenggam tangan Saya dan berlari kecil ke arah Ibunya. Sebenarnya Saya sudah lihat Ibunya ada dimana, tapi tetap pura-pura gak melihat demi Rina.
“Tante tunggu di sini ya.” Saya diminta berhenti di balik pohon, sementara ia berlari ke arah Ibunya dan meminta Ibunya menutup mata.
“Pokonya gak boleh ngintip ya, Mi!” Seru Rina sambil memanggil Saya dan berjalan berbarengan ke arah Ibunya dan membuat Saya sebagai kejutan untuknya.

“Sekarang boleh bukaaaa…”
Lalu Saya dan tari, Ibu dari Rina berpelukan setelah saling menyapa dan bertukar kecup.

Awal yang mulus, pikir Saya. Kalau begini, Saya yakin gak bakal perlu pakai nangis. Acaranya juga sangat menyenangkan dan terasa sangat hangat, meski Saya cuma kenal beberapa orang. Lantunan lagu “Heal the World” dibawakan oleh Paduan Suara Universitas Kristen Maranatha langsung membuat hati saya bergejolak, terlebih setelah itu ialah sesi berbagi. Tari, terlihat sudah ada di samping panggung. Meski sebelumnya Saya dikasi tau sama Tari kalau dia akan sharing, tetep aja Saya jadi degdegan.

“Saya hidup dengan HIV positif. Almarhum suami saya sudah..” Ungkap Tari terhenti sesaat, Saya menahan nafas. Rina, perempuan mungil yang lincah itu dengan sigap memeluk pinggang Ibunya penuh kasih. Sambil meneruskan cerita hidupnya dengan terbata, Tari membalas pelukan putrinya..pelukan yang menguatkan dan tidak terlepas hingga sharing selesai.

Sumber Gambar : Doc. Grace Tobing

Pertahanan terakhir membendung kantung air mata roboh seketika saat mendengar;

Sementara kehidupan terus berlanjut. Pengobatan lini pertama Saya dinyatakan tidak berhasil oleh dokter. Saat ini Saya sedang menjalani pengobatan lini kedua. Saya selalu ingat pesan Almarhum Suami Saya yang bilang kalo saat sakit, sebelum ke dokter, Saya harus mengizinkan diri sendiri untuk sehat… Hidup Saya saat ini penuh. Saya menemukan seorang yang tidak HIV positif yang menerima Saya juga Rina menjadi keluarganya, dia adalah Vino, suami saya.”

Semua orang kemudian bertepuk tangan sambil sibuk menyeka air mata di pipi masing-masing, bentuk dari sebuah dukungan dan penghormatan. Setelah sesi sharing Tari berakhir, Rina berlari ke arah Papinya, Vino, lalu mereka bertiga berpelukan.

Kemudian dilanjutkan seorang pria bernama Anto yang bercerita;

Nama Gua Anto. Sahabat Gua, Tole, sudah berpulang beberapa tahun lalu. Gua jadi saksi hidup kalo HIV itu gak mematikan, tapi STIGMA dan DISKRIMINASI di masyarakat yang bikin Tole meninggal. Gua masih inget gimana susahnya nyari angkot yang mau mengantar Tole ke Rumah Sakit. Semua menolak karena Tole kena HIV. Hampir semua orang mulai menjauh. Itu yang bikin Tole meninggal.”

***

 

Terlalu banyak momen yang masih terekam dengan baik di memori.
Hal-hal baik yang menyentuh seperti bertukar peluk, tepukan di bahu saat pembacaan doa, senyuman yang sarat kasih dan air mata rindu akan pengertian. Saya sungguh yakin semua yang hadir di #MRAN2015 bukan semata-mata ingin menangisi kematian dan menjadi melankolis. Kami yang hadir ingin merayakan kehidupan. Menghargai setiap perjuangan teman-teman ODHA, baik yang sudah berpulang terlebih dahulu dan yang sampai detik ini masih tersenyum juga tidak melewatkan ARV yang setiap hari harus diminum.

IMAG4357
sumber gambar : doc. ODHA Berhak Sehat

Dunia ini begitu besar. Isi dunia ini sungguh beragam. Kenyataan bahwa hidup ialah belajar harus diamini. Belajar untuk saling menguatkan, untuk mengatasi rintangan, untuk memahami bahwa manusia memang untuk dimanusiakan dan dikasihi.
Belajar dari teman-teman ODHA yang tetap tersenyum dan melanjutkan hidup meski begitu banyak stigma buruk yang dilabelkan pada mereka, belum lagi diskriminasi yang melulu harus dialami.

Kemudian, Saya lantas bertanya pada diri sendiri..

Bisakah kita, kamu dan saya, sama-sama berpelukan dan saling menguatkan? Bisakah kita, menularkan virus bahagia dan dukungan lebih cepat dari penyebaran stigma juga diskriminasi? Bisakah?

 

—–

Tulisan ini dibuat oleh Grace Tobing, yang adalah seorang aktivis Anti Human Trafficking di Bandung, saat menghadiri kegiatan Malam Renungan AIDS Nusantara yang diadakan oleh Rumah Cemara, di Bandung 23 Mei 2015 lalu. Penulis mengizinkan Tulisan Blog-nya di tulis ulang di website ODHA Berhak Sehat dan beberapa nama disamarkan untuk konfidensialitas. Terima kasih Grace!

Also Read

Tags

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.