Laporan Perjalanan ICAAP 11 – Bangkok Part II

author

Tulisan Oleh :
Irwandi Widjaja – Indonesia AIDS Coalition
Email : [email protected] / Twitter : @widjaja27x

Perhelatan akbar ICAAP 11 sudah selesai dilaksanakan dari tanggal 18 – 22 November 2013 yang mana dihadiri sekitar 3000 delegasi dari Asia Pasifik. Persiapan ICAAP tahun ini tidak berjalan dengan baik karena hampir semua delegasi berkomentar negative ketika akan melakukan registrasi ulang mereka mengalami berbagai persoalan seperti, namanya tidak ada dalam list registrasi sehingga harus dicari lagi dan membuat delegasi menunggu lama. Untuk venue sendiri sudah bagus tapi tidak diatur dengan baik sehingga berkesan semrawut.

Sesi pertama yang saya ikuti adalah Forum PLHIV, tempat yang dipakai sangat besar tapi menjadi tidak baik karena disana semua kegiatan forum lainnya disatukan seperti forum remaja, perempuan, LGBT, dan IDU sehingga suara pembicara dan penanya campur menjadi satu. Topik bahasan yang diangkat adalah stigma dan disikriminasi. Delegasi yang ikut dalam kegiatan forum ini ada dari Malaysia, Hongkong, India, Thailand, Vietnam, Kamboja, Srilanka, Australia, dan Indonesia.

Delegasi dari Indonesia yang ikut ada dari 5 provinsi yaitu Manado, Pontianak, Makassar, Semarang dan Jakarta. Diskusi berjalan seru dikarenakan delegasi Indonesia memandang bahwa stigma dan diskriminasi akan terus terjadi sampai kapan pun yang menjadi penting adalah ketika stigma dan diskriminasi ini bisa mengalami penurunan angka kasus.Delegasi Indonesi lebih melihat bahwa akses pengobatan serta pelayanan yang paling penting untuk dibicarakan sehingga semua Odha bisa mendapatkan pelayanan kesehatan secara kompherensif dan berkisambungan dengan menyiapkan aturan – aturan terkait kebijakan yang berpihak kepada Odha terutama untuk layanan Rumah Sakit dan Puskesmas. Setelah berdiskusi panjang selama 2 jam akhirnya Forum PLHIV selesai dengan adanya beberapa masukan seperti pengurangan stigma dan diskriminasi serta akses pengobatan untuk Odha di Asia Pasifik.

Pembukaan ICAAP dilaksanakan pada tanggal 19 November 2013 yang mana semua peserta atau delegasi melakukan pawai dari Queen Shirikit ke Soi Cowboy, disini semua delegasi dijamu makan malam serta beramah tamah yang mana pengisi acaranya adalah teman – teman transgender.

Delegasi dari Indonesia yang menghadiri ICAAP cukup besar yang mana terdiri dari unsur pemerintah dan NGO.Menkokesra pun hadir untuk membuka sesi Satelit yang pembicaranya dari ASEAN tapi kurang menarik sehingga peserta yang ikut bisa dibilang hampir semuanya dari unsur pemerintah karena hanya untuk meramaikan saja, saya juga hadir tapi hanya sekitar 10 menit dan ketika keluar ruangan saya mendapat makan siang gratis ( lumayan buat irit biaya ).

Sesi berikutnya yang saya ikuti adalah presentasi AIDS Digital oleh Bani, respon positif muncul setelah presentasi selesai cuma karena waktu yang terbatas tidak semua pertanyaan yang bisa di jawab. AIDS Digital juga telah dikembangkan dalam 2 platfrom web site dan applikasi mobile.

Hal yang menarik justru terjadi di sesi plenary Indonesia yang mana secretariat KPAN yang menjadi moderator dan 3 narasumber dari Denpasar,Merauke dan Bintan. Semuanya di presentasikan dengan cuma sangat di sayangkan peserta yang hadir sangat sedikit dan di dominasi oleh orang Indonesia serta perwakilan dari donor yang ada di Indonesia . Di sini terjadi kelucuan ketika sesi akan selesai tiba – tiba wakil gubernur Bali yang membawakan presentasi mengatakan bahwa Herbal bisa menyembuhkan HIV – AIDS, semua peserta sontak tertawa dan kaget melihat Wakil Gubernur tersebut mengeluarkan pernyataan seperti itu di even yang besar seperti ICAAP. Saya belajar banyak dari kejadian tersebut yaitu : ketika pemimpin daerah sangat konsen terhadap isu HIV – AIDS mereka juga harus paham apa itu HIV – AIDS tidak hanya mereka melakukan pengaggaran budget buat HIV – AIDS di daerah masing – masing hanya untuk mendapatkan popularitas sehingga masyarakat berpikir politisi ini sangat peduli dengan HIV –AIDS.

Masih banyak yang harus dikerjakan secara bersama – sama dari distribusi informasi dasar ke masyarakat dan populasi kunci hingga advokasi kebijakan secara Nasional secara bersama – sama serta sudah saatnya komunitas ikut berperan aktif dalam melakukan monitoring untuk program yang sudah berjalan saat ini dan akan berjalan baik secara LSM maupun individu.

Also Read

Tags

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.