Test HIV, tidak menakutkan (Bagian 2)

author

Dokter menatapku dengan senyum, dibigstock-healthcare-and-medical-concept-48336503a menanyakan bagaimana perasaanku setelah melalui tahapan konseling sebelum test dan setelah selesai mengambil darah. Rasanya campur aduk, kataku pada sang dokter. Aku masih tidak percaya sanggup melakukan pe
meriksaan ini, namun aku bersyukur karena dokter dan tim kesehatan di rumah sakit ini sangat menghargaiku sebagai pasien, memberikan ruang untuk ketakutan dan kecemasanku, serta membantu melepaskannya dan menggantinya dengan energy positif melalui kata-kata positif dan semangat yang berulang-ulang kali disampaikan.

Maka, saat itu aku siap untuk melihat hasil pemeriksaanku. Amplop cokelat itu tertutup rapat, didepannya tertulis ‘RAHASIA’, artinya, hanya petugas laboratorium, dokter dan aku saja yang tahu. Saat dokter membuka amplop tersebut, bulir keringat meluncur dari dahiku, padahal ruangan ini memiliki pendingin yang cukup menyejukan tubuhku, tapi ternyata tidak. Dokter berkata, kita akan membantumu menjalani semuanya, kita bisa menangani virus ini. Dan ternyata hasil nya positif. Aku terinfeksi HIV. Sejenak, duniaku runtuh, aku merasa sangat kecil dan tidak berarti. Namun dokter dengan cepat memegang tangaku dan tersenyum sembari berkata, ‘take your time’ kami tahu kamu membutuhkan waktu untuk menerima ini, begitu katanya. Lalu dia melanjutkan, kami menyampaikan beberapa informasi penting. Apakah kita bisa melanjutkan ini? Begitu katanya. Aku bilang ya, kukumpulkan sisa-sisa energiku hari itu dengan kekuatan penuh untuk melanjutkan proses ini.

Dokter kemudian meneruskan informasi penting terkait pemeriksaan darah lanjutan, untuk mengetahui CD4 atau jumlah kekebalan tubuhku, mengetahui kondisi darah dalam tubuhku dan pemeriksaan lain untuk mengetahui apakah aku memiliki tuberculosis. Karena hasil dari beragam pemeriksaan tersebut akan menentukan pengobatan ARV apakah yang akan kukonsumsi nantinya. Aku menyanggupinya untuk melanjutkan pemeriksaan darah, agar semakin cepat mendapatkan pengobatan.

Sebelum ke laboratoium, dokter mengakhiri dengan beberapa informasi penting lainnya seperti pentingnya penggunaan kondom, agar aku tidak menularkan orang lain. Dokter juga menyarankanku untuk mengajak pasanganku juga memeriksakan diri. Aku tau itu akan sedikit sulit, karena aku baru saja putus dengannya, kami sudah lama tidak berkomunikasi. Sehingga mungkin aku membutuhkan waktu agar urusan test HIV ini tidak membuatnya marah, karena entah kenapa aku meyakini bahwa aku tertular darinya. Aku tidak akan marah, tapi aku hanya ingin dia juga mengetahui hasil testnya, dan menjalani pengobatan.

Setelah hasil darahku keluar hasilnya nanti, aku akan kembali ke rumah sakit untuk menemui dokter dan siap memulai pengobatan ARV. Satu hari ini aku mendapat pengalaman berharga tentang bagaimana menghargai diri sendiri, tentang bagaimana menjadi bertanggung jawab, tentang bagaimana kita memiliki control penuh atas diriku. Bahwa pemeriksaan HIV ini meskipun hasilnya menyakitkan, namun kuyakini adalah keputusan terbaik yang pernah kuambil. Aku menyadari kondisi tubuhku yang masih sangat baik, dan menjalani terapi ARV dengan kondisi sebaik ini seharusnya tidak menambah masalah baru dalam hidupku. Aku tahu bahwa, aku telah melakukan kesalahan, dan aku ingin memperbaiknya segera dengan mengawali test HIV ini dengan proses yang baik.

**Dituliskan kembali oleh admin odha berhak sehat dari cerita seorang kawan tentang pengalamannya menjalani pemeriksaan HIV. Nama narasumber tidak disebutkan, atas permintaan yang bersangkutan.

Also Read

Tags

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.